NAMA :
SANG NYOMAN BANGBANG KUSUMA JAYA
NIM :
834786947
TUGAS BAHASA
INDONESIA
Soal Bahasa Indonesia
1.
Jelaskan
metode yang dipakai dalam Membaca Menulis Permulaan (MMP)!
2.
Jelaskan tujuan pembelajaran dengan berbagai
focus dilihat dari segi siswa dan guru!
3.
Jelaskan dua cara keterpaduan pembelajaran
Bahasa Indonesia
4.
Jelaskan macam-macam pengajaran membaca!
5.
Jelaskan tiga bagian disertai kelengkapan dalam
format model pembelajaran yang
disarankan kurikulum 2004
1.
Metode –Metode Membaca Menulis Permulaan (MMP) di Sekolah Dasar
Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah siswa terampil berbahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan berbahasa tercermin dalam empat aspek keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pemerolehan keempat keterampilan berbahasa tersebut bersifat hirarkhis. Artinya pemerolehan keterampilan berbahasa yang satu akan mendasari keterampilan lainnya. Ada dua kategori keterampilan berbahasa, yakni pertama adalah menyimak dan berbicara diperoleh seseorang untuk pertama kalinya di lingkungan rumah. Dua keterampilan berbahasa berikutnya yakni membaca dan menulis diperoleh seseorang setelah mereka memasuki sekolah. Menurut Supriyadi 1995, kategori keterampilan berbahasa yang kedua ini merupakan sajian pembelajaran yang utama dan pertama bagi murid-murid sekolah dasar kelas awal. Selanjutnya, kategori keterampilan berbahasa ini dikemas dalam satu paket pembelajaran yang dikenal dengan paket MMP (Membaca Menulis Permulaan). Adapun metode-metode yang digunakan bervariasi diantaranya adalah metode Eja, Bunyi, Suku Kata, Global, dan SAS (Struktur Analitik Sintetik). Penjelasan berikutnya dapat dicermati pada uraian berikut.
a.Metode Eja
Pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini memulai pengajarannya dengan memperkenalkan huruf-huruf alpabetis. Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan peserta didik sesuai dengan bunyinya menurut abjad. Sebagai contoh:
A a, B b, C c, D d, E e, F f, G g,
Dilafalkan sebagai: a, be, ce, de, e, ef, ge, dan seterusnya.
Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya
Misalnya: b, a, à ba (dibaca à be, a à ba)
d, u à du (dibaca àde, u à du)
ba – du dilafalkan badu
b, u, k, u menjadi:
b, u à bu (dibaca be, u à bu)
k, u à ku (dibaca ke, u àku)
Proses ini seiring dengan menulis permulaan, setelah anak-anak bisa menulis huruf-huruf lepas. Setelah itu dilanjutkan dengan belajar menulis rangkaian huruf yang berupa suku kata. Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana, misalnya huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat yang diupayakan mengikuti prinsip pendekatan spiral, pendekatan komunikatif, dan pendekatan pengalaman berbahasa. Artinya pemilihan bahan ajar untuk pembelajaran MMP hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret menuju pada hal yang abstrak, yaitu dari hal-hal yang mudah, akrab, familiar dengan kehidupan peserta didik menuju hal-hal yang sulit, dan mungkin merupakan sesuatu yang baru bagi peserta didik. Berdasarkan pengamatan, metode ini memiliki kelemahan-kelemahan antara lain kesulitan dalam mengenal rangkaian-rangkaian huruf yang berupa suku kata atau pun kata. Kelemahan lain dalam metode ini adalah dalam kesulitan pelafalan diftong dan fonem – fonem rangkap, seperti ng, ny, kh, au, oi, dan sebagainya.
Bertolak dari kedua kelemahan tersebut, proses pembelajaran melalui sistem tubian dan hafalan akan mendominasi proses pembelajaran MMP jenis ini, padahal pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA) merupakan ciri utama dari pelaksanaan kurikulum SD yang saat ini prinsipnya masih berlaku.
b.Metode bunyi
Proses pembelajaran membaca permulaan pada sistem pelafalan abjad atau huruf dengan metode bunyi adalah:
b dilafalkan /eb/
d dilaflakan /ed/ : dilafalkan dengan e pepet seperti pengucapan pada kata; benar, keras, pedas, lemah dan sebagainya
c dilafalkan /ec/
g dilafalkan /eg/
p dilafalkan /ep/ dan sebagainya
Dengan demikian, kata “nani” dieja menjadi:
en,a à na
en, i à ni à dibaca à na-ni
Dari penjelasan metode di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran MMP melalui metode bunyi adalah bagian dari metode eja. Prinsip dasar dan proses pembelajaran tidak jauh berbeda dengan metode eja/abjad di atas. Demikian juga dengan kelemahan-kelemahannya, perbedaannya terletak hanya pada cara atau sistem pembacaan atau pelafalan abjad.
c.Metode Suku Kata dan Metode Kata
Proses pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti
ba, bi, bu, be, bo, ca, ci, cu, ce, co,
da, di, du, de, do, ka, ki, ku, ke, ko
Suku-suku kata tersebut kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar suku kata tadi guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna untuk bahan ajar MMP. Kata-kata tadi misalnya:
ba – bi cu – ci da – da ka – ki
ba – bu ca – ci du – da ku – ku
bi - bi ci - ca da – du ka – ku
ba – ca ka – ca du – ka ku – da
Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat sederhana. Contoh perangkaian kata menjadi kalimat seperti tampak pada contoh di bawah ini.
ka – ki ku – da
ba – ca bu – ku
cu – ci ka – ki
Proses perangkaian suku kata mejadi kata, kata menjadi kalimat sederhana, kemudian ditindaklanjuti dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi satuan-satuan bahasa terkecil di bawahnya, yakni dari kalimat ke dalam kata dan dari kata ke dalam suku kata. Proses pembelajaran MMP yang melibatkan merangkai dan mengupas kemudian melahirkan istilah lain yaitu Metode Rangkai-kupas.
Jika kita simpulkan langkah-langkah pembelajaran dengan metode suku kata adalah:
(1) tahap pertama, pengenalan suku-suku kata;
(2) tahap kedua, perangkaian suku-suku kata menjadi kata;
(3) tahap ketiga perangkaian kata menjadi kalimat sederhana;
(4) tahap keempat, pengintegrasian kegiatan perangkaian dan pengupasan;
(kalimat ---------> kata-kata ---------> suku-suku kata)
Metode suku kata/silaba, saat ini tampaknya sedang populer dalam pembelajaran baca tulis Al-Quran yang disebut dengan metode Iqra. Proses pembelajaran MMP seperti yang digambarkan ke dalam langkah-langkah di atas, dapat pula dimodifikasi dengan mengubah objek pengenalan awalnya. Sebagai contoh pembelajaran diawali dengan pengenalan sebuah kata tertentu, kemudian kata ini dijadikan lembaga tertentu sebagai dasar untuk pengenalan suku kata dan huruf. Artinya kata dimaksud diuraikan atau dikupas menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf. Selanjutnya dilanjutkan proses perangkaian huruf menjadi suku kata, dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain hasil pengupasan tadi dikembalikaan lagi ke bentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata semula).
d.Metode Global
Metode ini disebut juga sebagai “Metode Kalimat” karena alur proses pembelajaran MMP yang diperlihatkan melalui metode ini diawali dengan penyajian beberapa kalimat global. Untuk membantu pengenalan kalimat dimaksud biasanya digunakan gambar. Di bawah gambar tersebut ditulis sebuah kalimat yang kira-kira merujuk pada makna gambar tersebut. Sebagai contoh, jika kalimat yang diperkenalkan berbunyi ‘ini nani”, maka gambar yang cocok untuk menyertai kalimat itu adalah gambar seorang anak perempuan.
Setelah anak diperkenalkan dengan beberapa kalimat, barulah proses pembelajaran MMP dimulai. Mula-mula guru mengambil sebuah kalimat dari beberapa kalimat yang diperkenalkan kepada anak pertama kali tadi. Kalimat ini dijadikan dasar/alat untuk pembelajaran MMP. Melalui proses degloblalisasi selanjutnya anak mengalami proses belajar MMP.
e.Metode SAS
Pembelajaran MMP dengan metode ini mengawali pembelajarannya dengan menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat yang bertujuan membangun konsep-konsep kebermaknaan pada diri anak. Selanjutnya melalui proses analitik, anak-anak diajak untuk mengenal konsep kata. Kalimat utuh yang dijadikan tonggak dasar diuraikan ke dalam satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut kata. Proses penganalisisan atau penguraian ini terus berlanjut hingga sampai pada wujud satuan bahasa terkecil yang tidak bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf. Dengan demikian proses penguraian dan penganalisisan dalam pembelajaran MMP dengan metode SAS meliputi;
1) kalimat menjadi kata-kata
2) kata menjadi suku-suku kata; dan
3) suku kata menjadi huruf-huruf
Pada tahap berikutnya anak-anak didorong melakukan kerja sintetis (menyimpulkan). Satuan bahasa yang telah terurai dikembalikan lagi kepada satuannya semula, yakni dari huruf-huruf menjadi suku kata, dari suku kata menjadi kata, dari kata menjadi kalimat lengkap. Dengan demikian, melalui proses sintesis ini, anak-anak akan menemukan kembali wujud struktur semula, yakni sebuah kalimat utuh. Melihat prosesnya, metode ini merupakan campuran dari metode-metode membaca permulaan seperti yang telah kita bicarakan di atas. Oleh karena itu, penggunaan metode SAS dalam pengajaran MMP pada sekolah-sekolah kita di tingkat sekolah dasar pernah dianjurkan, bahkan diwajibkan pemakaiannya oleh pemerintah. Beberapa manfaat yang dianggap sebagai kelebihan metode ini diantaranya sebagai berikut:
1) Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil yang bermakna untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa di bawahnya, yakni kata, suku kata dan huruf.
2) Metode ini mempertimbangkan pengalaman berbahasa anak. Oleh karena itu, pengajaran akan lebih bermakna bagi anak karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan diketahui anak. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan pemahaman anak.
3) Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Anak mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Dengan begitu anak akan merasa lebih percaya diri atas kemampuannya sendiri.
Penerapan pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini tampak dapat diamati dalam contoh berikut:
ini mama
ini mama
i ni ma ma
i n i m a m a
i ni ma ma
ini mama
ini mama
Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah siswa terampil berbahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan berbahasa tercermin dalam empat aspek keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pemerolehan keempat keterampilan berbahasa tersebut bersifat hirarkhis. Artinya pemerolehan keterampilan berbahasa yang satu akan mendasari keterampilan lainnya. Ada dua kategori keterampilan berbahasa, yakni pertama adalah menyimak dan berbicara diperoleh seseorang untuk pertama kalinya di lingkungan rumah. Dua keterampilan berbahasa berikutnya yakni membaca dan menulis diperoleh seseorang setelah mereka memasuki sekolah. Menurut Supriyadi 1995, kategori keterampilan berbahasa yang kedua ini merupakan sajian pembelajaran yang utama dan pertama bagi murid-murid sekolah dasar kelas awal. Selanjutnya, kategori keterampilan berbahasa ini dikemas dalam satu paket pembelajaran yang dikenal dengan paket MMP (Membaca Menulis Permulaan). Adapun metode-metode yang digunakan bervariasi diantaranya adalah metode Eja, Bunyi, Suku Kata, Global, dan SAS (Struktur Analitik Sintetik). Penjelasan berikutnya dapat dicermati pada uraian berikut.
a.Metode Eja
Pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini memulai pengajarannya dengan memperkenalkan huruf-huruf alpabetis. Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan peserta didik sesuai dengan bunyinya menurut abjad. Sebagai contoh:
A a, B b, C c, D d, E e, F f, G g,
Dilafalkan sebagai: a, be, ce, de, e, ef, ge, dan seterusnya.
Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya
Misalnya: b, a, à ba (dibaca à be, a à ba)
d, u à du (dibaca àde, u à du)
ba – du dilafalkan badu
b, u, k, u menjadi:
b, u à bu (dibaca be, u à bu)
k, u à ku (dibaca ke, u àku)
Proses ini seiring dengan menulis permulaan, setelah anak-anak bisa menulis huruf-huruf lepas. Setelah itu dilanjutkan dengan belajar menulis rangkaian huruf yang berupa suku kata. Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana, misalnya huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat yang diupayakan mengikuti prinsip pendekatan spiral, pendekatan komunikatif, dan pendekatan pengalaman berbahasa. Artinya pemilihan bahan ajar untuk pembelajaran MMP hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret menuju pada hal yang abstrak, yaitu dari hal-hal yang mudah, akrab, familiar dengan kehidupan peserta didik menuju hal-hal yang sulit, dan mungkin merupakan sesuatu yang baru bagi peserta didik. Berdasarkan pengamatan, metode ini memiliki kelemahan-kelemahan antara lain kesulitan dalam mengenal rangkaian-rangkaian huruf yang berupa suku kata atau pun kata. Kelemahan lain dalam metode ini adalah dalam kesulitan pelafalan diftong dan fonem – fonem rangkap, seperti ng, ny, kh, au, oi, dan sebagainya.
Bertolak dari kedua kelemahan tersebut, proses pembelajaran melalui sistem tubian dan hafalan akan mendominasi proses pembelajaran MMP jenis ini, padahal pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA) merupakan ciri utama dari pelaksanaan kurikulum SD yang saat ini prinsipnya masih berlaku.
b.Metode bunyi
Proses pembelajaran membaca permulaan pada sistem pelafalan abjad atau huruf dengan metode bunyi adalah:
b dilafalkan /eb/
d dilaflakan /ed/ : dilafalkan dengan e pepet seperti pengucapan pada kata; benar, keras, pedas, lemah dan sebagainya
c dilafalkan /ec/
g dilafalkan /eg/
p dilafalkan /ep/ dan sebagainya
Dengan demikian, kata “nani” dieja menjadi:
en,a à na
en, i à ni à dibaca à na-ni
Dari penjelasan metode di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran MMP melalui metode bunyi adalah bagian dari metode eja. Prinsip dasar dan proses pembelajaran tidak jauh berbeda dengan metode eja/abjad di atas. Demikian juga dengan kelemahan-kelemahannya, perbedaannya terletak hanya pada cara atau sistem pembacaan atau pelafalan abjad.
c.Metode Suku Kata dan Metode Kata
Proses pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti
ba, bi, bu, be, bo, ca, ci, cu, ce, co,
da, di, du, de, do, ka, ki, ku, ke, ko
Suku-suku kata tersebut kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar suku kata tadi guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna untuk bahan ajar MMP. Kata-kata tadi misalnya:
ba – bi cu – ci da – da ka – ki
ba – bu ca – ci du – da ku – ku
bi - bi ci - ca da – du ka – ku
ba – ca ka – ca du – ka ku – da
Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat sederhana. Contoh perangkaian kata menjadi kalimat seperti tampak pada contoh di bawah ini.
ka – ki ku – da
ba – ca bu – ku
cu – ci ka – ki
Proses perangkaian suku kata mejadi kata, kata menjadi kalimat sederhana, kemudian ditindaklanjuti dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi satuan-satuan bahasa terkecil di bawahnya, yakni dari kalimat ke dalam kata dan dari kata ke dalam suku kata. Proses pembelajaran MMP yang melibatkan merangkai dan mengupas kemudian melahirkan istilah lain yaitu Metode Rangkai-kupas.
Jika kita simpulkan langkah-langkah pembelajaran dengan metode suku kata adalah:
(1) tahap pertama, pengenalan suku-suku kata;
(2) tahap kedua, perangkaian suku-suku kata menjadi kata;
(3) tahap ketiga perangkaian kata menjadi kalimat sederhana;
(4) tahap keempat, pengintegrasian kegiatan perangkaian dan pengupasan;
(kalimat ---------> kata-kata ---------> suku-suku kata)
Metode suku kata/silaba, saat ini tampaknya sedang populer dalam pembelajaran baca tulis Al-Quran yang disebut dengan metode Iqra. Proses pembelajaran MMP seperti yang digambarkan ke dalam langkah-langkah di atas, dapat pula dimodifikasi dengan mengubah objek pengenalan awalnya. Sebagai contoh pembelajaran diawali dengan pengenalan sebuah kata tertentu, kemudian kata ini dijadikan lembaga tertentu sebagai dasar untuk pengenalan suku kata dan huruf. Artinya kata dimaksud diuraikan atau dikupas menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf. Selanjutnya dilanjutkan proses perangkaian huruf menjadi suku kata, dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain hasil pengupasan tadi dikembalikaan lagi ke bentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata semula).
d.Metode Global
Metode ini disebut juga sebagai “Metode Kalimat” karena alur proses pembelajaran MMP yang diperlihatkan melalui metode ini diawali dengan penyajian beberapa kalimat global. Untuk membantu pengenalan kalimat dimaksud biasanya digunakan gambar. Di bawah gambar tersebut ditulis sebuah kalimat yang kira-kira merujuk pada makna gambar tersebut. Sebagai contoh, jika kalimat yang diperkenalkan berbunyi ‘ini nani”, maka gambar yang cocok untuk menyertai kalimat itu adalah gambar seorang anak perempuan.
Setelah anak diperkenalkan dengan beberapa kalimat, barulah proses pembelajaran MMP dimulai. Mula-mula guru mengambil sebuah kalimat dari beberapa kalimat yang diperkenalkan kepada anak pertama kali tadi. Kalimat ini dijadikan dasar/alat untuk pembelajaran MMP. Melalui proses degloblalisasi selanjutnya anak mengalami proses belajar MMP.
e.Metode SAS
Pembelajaran MMP dengan metode ini mengawali pembelajarannya dengan menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat yang bertujuan membangun konsep-konsep kebermaknaan pada diri anak. Selanjutnya melalui proses analitik, anak-anak diajak untuk mengenal konsep kata. Kalimat utuh yang dijadikan tonggak dasar diuraikan ke dalam satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut kata. Proses penganalisisan atau penguraian ini terus berlanjut hingga sampai pada wujud satuan bahasa terkecil yang tidak bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf. Dengan demikian proses penguraian dan penganalisisan dalam pembelajaran MMP dengan metode SAS meliputi;
1) kalimat menjadi kata-kata
2) kata menjadi suku-suku kata; dan
3) suku kata menjadi huruf-huruf
Pada tahap berikutnya anak-anak didorong melakukan kerja sintetis (menyimpulkan). Satuan bahasa yang telah terurai dikembalikan lagi kepada satuannya semula, yakni dari huruf-huruf menjadi suku kata, dari suku kata menjadi kata, dari kata menjadi kalimat lengkap. Dengan demikian, melalui proses sintesis ini, anak-anak akan menemukan kembali wujud struktur semula, yakni sebuah kalimat utuh. Melihat prosesnya, metode ini merupakan campuran dari metode-metode membaca permulaan seperti yang telah kita bicarakan di atas. Oleh karena itu, penggunaan metode SAS dalam pengajaran MMP pada sekolah-sekolah kita di tingkat sekolah dasar pernah dianjurkan, bahkan diwajibkan pemakaiannya oleh pemerintah. Beberapa manfaat yang dianggap sebagai kelebihan metode ini diantaranya sebagai berikut:
1) Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil yang bermakna untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa di bawahnya, yakni kata, suku kata dan huruf.
2) Metode ini mempertimbangkan pengalaman berbahasa anak. Oleh karena itu, pengajaran akan lebih bermakna bagi anak karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan diketahui anak. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan pemahaman anak.
3) Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Anak mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Dengan begitu anak akan merasa lebih percaya diri atas kemampuannya sendiri.
Penerapan pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini tampak dapat diamati dalam contoh berikut:
ini mama
ini mama
i ni ma ma
i n i m a m a
i ni ma ma
ini mama
ini mama
2. Tujuan pembelajaran dengan
berbagai focus dilihat dari segi siswa dan guru
Pembelajaran Bahasa
Indonesia dapat difokuskan pada salah satu aspek yaitu kebahasaan, keterampilan
berbahasa, atau sastra. Dengan demikian guru harus pandai-pandai
membuat atau menyusun perencanaan pembelajaran Bahasa indonesiayang menyangkut
penataan materi, pemilihan strategi, penetapan alat pelajaran, dan teknik
evaluasinya. Adapun tujuan dan manfaat pembelajaran Bahasa Indonesia dengan
berbagai fokus tersebut adalah agar siswa dapat mengembangkan kompetensi mana
yang ditekankan, misalnya yang ditekankan adalah kompetensi dasar mendengarkan
maka porsi untuk pembelajaran mendengarkan lebih banyak daripada yang lain,
jika pembelajarannya ditekankan atau difokuskan pada sastra maka tujuannya
adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi sastra.
Kalau dilihat dari segi
guru pembelajaran Bahasa Indonesia dengan berbagai fokus ini bertujuan untuk
memudahkan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran di kelas, misalnya jika
di dalam pembelajaran Bahasa di kelas 1 SD si pembelajar harus dapat melakukan
sesuatu yang sesuai dengan perintah guru misalkan duduk, berdiri, membuka buku,
mendengarkan baik-baik, dan lain-lain. Maka guru dapat merancang bagaimana
pembelajarannya di dalam kelas. Karena sekarang yang diberlakukan adalah
kurikulum 2004, maka guru harus melihat standard kompetensi mata pelajaran
Bahasa Indonesia sekolah dasar.
3. Dua cara keterpaduan
pembelajaran Bahasa Indonesia
A. PEMBELAJARAN TERPADU LINTAS MATERI
Pengorganisasian materi dalam kurikulum 2004 mata pelajaran
Bahasa Indonesia di SD dilaksanakan secara terpadu.
Adapun salah satu alternative model pembelajaran bahasa
Indonesia terpadu lintas materi di SD kelas III, seperti berikut ini.
Model Pembelajaran di Sekolah Dasar seperti kegiatan inti
befrikut :
Langkah Pembelajaran :
1. Salah satu seorang siswa disuruh membaca nyaring sebuah teks
yang sudah disiapkan guru yang berjudul Lingkungan di sekitar kita.
2. Siswa-siwa lainnya disuruh menyimak (membaca dipadukan dengn
mendengarkan-ketika guru membetulkan kesalahan pelafalan atau intonasi yang
tepat).
3. Setelah selesai membaca siswa tersebut disuruh menceritakan
isi teks yang telah dibacanya dengan kalimat sendiri (membaca dipadaukan dengan
berbicara)
4. Siswa-siswa yang lain disuruh mendengarkan dan mencatat
kalau-kalau ada kekurangan isi yang diceritakan, ada kesalahan kalimat atau
penggunaan kata yang kurang tepat (berbicara dipadukan dengan mendengarkan dan
menulis serta kebahasan)
5. Seluruh siswa disuruh menjawab pertanyaan-pertanyaan bacaan
secara tertulis (membaca dipadukan dengan menulis).
6. Setelah selesai menjawab pertanyaan bacaan secara tertulis,
salah seorang siswa disuruh membacakan jawabannya, sedangkan yang lain diberi
kesempatan untuk mengajukan pendapatnya yang lain yang berhubungan dengan
jawaban pertanyaan bacaan tersebut secara menulis (menulis dipadukan
berbicara).
B. PEMBELAJARAN TERPADU LINTAS KURIKULUM
Keterpaduan pembelajaran lintas kurikulum, artinya yang dipadukan
itu antara beberapa mata pelajaran, misalnyan pembelajaran bahasa Indonesia
dipadukan dengan Sains.
Sebagai ilustrasi bahwa ada perpaduan lintas kurikulum di SD/MI
akan diambilkan contoh silabus Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah yang
dimuat dalam Acuan Pengembangan Kurikulum (Depdiknas, 2003) berikut ini.
Mata Pelajaran : Sains
Satuan Pendidikan : Sekolah
Dasar seperti kegiatan inti berikut :
Langkah Pembelajaran :
Pengorganisasian :
Kelompok kecil
1. Pertemuan pertama : menyelidiki perubahan air menjadi
uap dan kembali lagi menjadi air.
a. Tanya jawab tentang pengalaman siswa mengenai terjadinya
hujan (secara tidak langsung melatih kemahiran berbicara),.
b. Penjelasan singkat tentang penggunaan alat (secara tidak
langsung melatih menangkap informasi lisan-keterampilan mendengarkan).
c. Kegiatan percobaan
d. Melaporkan hasil percobaan (melaporkan secara lisan-melatih
keterampilan berbicara atau melaporkan secara tulis-melatih keterampilan
menulis
e. Menyimpulkan hasil kegiatan (lisan-keterampilan berbicara;
tulis-keterampilan menulis).
f. Member contoh penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari
(lisan-keterampilan berbicara).
2. Pertemuan kedua : Menyelidiki perubahan wujud lilin yang
dipanaskan, kemudian mengkristal lagi.
3. Pertemuan ketiga : Menyelidiki perubahan wujud
gula pasir yang dipanaskan, kemudian mengkristal lagi.
4. Pertemuan keempat : Menyelidiki perubahan wujud air
menjadi es dan kembali menjadi air.
4. Macam-macam
pengajaran membaca
Memberikan pengajaran
membaca membutuhkan tehnik yang tujuan memudahkan peserta didik meningkatkan
kemampuan membacanya, berikut beberapa tehnik yang dapat digunakan untuk
memberikan pembelajaran membaca
1)
Lihat dan Baca
Teknik
ini dapat berupa Fonem, kata, kalimat, ungkapan, kata-kata mutiara, semboyan
dan puisi pendek.
2)
Menyusun Kalimat
Melalui
kegiatan ini siswa dapat belajar menyusun kalimat. Teknik pengajaran membaca
melalui penyusunan kalimat melibatkan keterampilan membaca dan menulis.
3)
Menyempurnakan Paragraf
Suatu paragraf
yang telah disusun oleh guru dihilangkan sebuah kata pada setiap kalimat.
Paragraf ini kemudian diberikan kepada guru untuk dibaca kemudian mengisi kotak
kosong dengan kata yang tepat.
4)
Mencari Kalimat Topik
Suatu
bacaan yang panjang dalam suatu cerita dapat disingkat dengan mengambil kalimat
topik.
5)
Menceritakan Kembali
Melaui
kegiatan ini siswa mampu menceritakan kembali suatu informasi yang telah
diterimanya melalui suatu bacaan.
6)
Parafrase
Guru
mempersiapkan bahan bacaan puisi bila perlu menerangkan makna kata-kata puisi
yang dianggap sukar, setelah itu siswa membaca kembali puisi itu dengan teliti
lalu mengekspresikan isinya dengan kata-kata sendiri.
7)
Melanjutkan Cerita
Guru
memilih suatu cerita yang cocok untuk siswa, cerita tiu dihilangkan sebagian.
Bagian yang dihilangkan boleh permulaan cerita atau akhir cerita, setelah siswa
membawa cerita yang sebagian itu mereka ditugaskan melengkapi cerita yang
kemudian dibandingkan dengan cerita aslinya.
8)
Mempraktikkan Petunjuk
Membaca
petunjuk sering kali kita praktikkan dalam hidup sehari-hari. Obat yang kita
beli selalui mengikuti petunjuk cara pemakaiannya. Radio yang kita belipun ada
petunjuk pengoperasiannya.
9) Baca
dan Terka
Kecermatan
membaca dan menangkap isi dalam baca dan terka sangat diperlukan. Tidak hanya
isi yang tersurat kadang-kadang pun isi yang tersirat. Beda yang tidak pernah
disebutkan namanya secara ekplisit. Karena itu diperlukan kejelian dan
ketajaman pemahaman.
10)
Membaca Sekilas
Membaca
sekilas dilakukan untuk memperoleh kesan umum dari sesuatu bacaan. Bila yang
dibaca daftar isi maka perhatian pembaca hanya kepada butir-butir yang
dibicarakan. Dalam membaca sekilas terkandung makna mencari intisari bahan
bacaan.
11)
Membaca Sepintas
Dilakukan
untuk menemukan suatu informasi secara tepat. Informasinya sudah ditentukan
sebelumnya. Membaca sepintas walaupun cepat harus teliti dan penuh kesiapan
menangkap informasi.
12)
SQ3R
Salah satu teknik pengajaran membaca yang digunakan dalam kelas
3 tinggi ialah metode telaah tugas atau SQ3R. S adalah singkatan dari Survey, Q adalah singkatan dari Question, R1 adalah singkatan dari Read, R2 adalah
singkatan dari Ricite dan
R3 adalah
singkatan dari Review.
13) Individualize Intruction
Salah satu teknik pengajaran membaca yang tergolong maju dan
modern ialah Individualize Intruction.
Prinsip dasar yang mendasari teknik pengajaran ini adalah bahwa anak normal
dapat belajar membaca dan dapat mempunyai sikap cinta membaca.
5. Tiga bagian disertai kelengkapan
dalam format model pembelajaran yang
disarankan kurikulum 2004
Prinsip Belajar Siswa Aktif
Aktivitas siswa hampir
diseluruh proses pembelajaran, dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan
di lapangan, dan pelaporan. Fase perencanaan aktivitas siswa terlihat pada saat
mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide (brain storming), kemudian
fase kegiatan lapangan dengan berbagai teknik (misalnya wawancara, pengamatan,
kuesioner, dan lain-lain), dan fase pelaporan mereka terfokus pada pembuatan
portofolio kelas.
Kelompok Belajar Kooperatif
Prinsip ini merupakan proses
pembelajaran yang berbasis kerja sama. Kerja sama antar siswa dan antar
komponen-komponen lain di sekolah, bisa dengan lembaga terkait. Misalnya pada
saat siswa hendak mengumpulkan data dan informasi. Pembagian kelompok belajar
kooperatif dilaksanakan secara acak (heterogen). Pembagian kelompok jenis ini
memungkinkan siswa yang pandai dan yang kurang dapat berkolaborasi serta
mengembangkan kemampuan bekerja sama dalam tim.
Pembelajaran Partisipatorik
Model pembelajaran portofolio
melatih siswa belajar melakoni (learning
by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa belajar
hidup berdemokrasi. Sebagai contoh pada saat memilih masalah untuk kajian kelas
memiliki makna bahwa siswa dapat menghargai dan menerima pendapat yang berbeda
dari siswa lainnya.
a.
Model Pembelajaran Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA )
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau dalam bahasa Inggris disebut student active learning adalah satu pendekatan belajar yang memfokuskan pembelajaran pada siswa. Pendekatan ini mulai dikenal pada pertengahan tahun 80an sebagai jawaban terhadap keluhan masyarakat bahwa pembelajaran di kelas lebih teacher oriented dengan banyak menggunakan metode ceramah sehingga siswa cenderung pasif. Dalam CBSA, siswa terlibat aktif baik secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang optimal. Dengan adanya keterlibatan mental, intelektual, dan emosional memungkinkan terjadinya proses asimilasi dan akomodasi kognitif dalam mencapai pengetahuan. Dengan menerapkan CBSA, pembelajaran diarahkan kepada proses yang mampu memberikan siswa pengetahuan dan kemampuan berfikir kritis, logis, dan sistematis, serta keterampilan dalam menerapkan hasil-hasil ilmu pengetahuan; mampu memupuk kemauan dan kebiasaan untuk terus menerus belajar; serta memberikan keterampilan menerapkan hasil belajar untuk kepentingan orang lain atau masyarakat
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau dalam bahasa Inggris disebut student active learning adalah satu pendekatan belajar yang memfokuskan pembelajaran pada siswa. Pendekatan ini mulai dikenal pada pertengahan tahun 80an sebagai jawaban terhadap keluhan masyarakat bahwa pembelajaran di kelas lebih teacher oriented dengan banyak menggunakan metode ceramah sehingga siswa cenderung pasif. Dalam CBSA, siswa terlibat aktif baik secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang optimal. Dengan adanya keterlibatan mental, intelektual, dan emosional memungkinkan terjadinya proses asimilasi dan akomodasi kognitif dalam mencapai pengetahuan. Dengan menerapkan CBSA, pembelajaran diarahkan kepada proses yang mampu memberikan siswa pengetahuan dan kemampuan berfikir kritis, logis, dan sistematis, serta keterampilan dalam menerapkan hasil-hasil ilmu pengetahuan; mampu memupuk kemauan dan kebiasaan untuk terus menerus belajar; serta memberikan keterampilan menerapkan hasil belajar untuk kepentingan orang lain atau masyarakat
b.
Model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran
yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan
materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata,
sehingga siswa didorong untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Sedangkan Blanchard (Trianto, 2007) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual
adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman
sesungguhnya
c.
Model pembelajaran berbasis portofolio merupakan alternatif cara belajar siswa aktif
(CBSA) dan cara mengajar guru aktif (CMGA). Karena sebelum, selama, dan sesudah
proses belajar mengajar guru dan siswa dihadapkan pada sejumlah kegiatan (Fajar
dalam Taniredja et al,
2011:8). Portofolio ini biasanya merupakan karya terpilih dari seorang siswa
atau kelompok, atau karya satu kelas secara keseluruhan yang bekerja secara
kooperatif..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar